Skip to content

Belajar dari Maria, Ibu Yesus

Besar kemungkinan bahwa Yesus dikandung oleh Maria dalam keadaan malu.

Masih bertunangan tiba tiba hamil. Malunya tidak ketolongan.

Lahirnya pun juga bukan di tempat yang layak.

Kalau hari ini, kebanyakan orang ingin melahirkan di tempat yang baik, kelahiran Yesus tidak demikian adanya.

Orang tua ingin anaknya dilahirkan di rumah sakit terbaik, oleh dokter terbaik dan aksesoris terbaik.

Kalau di hari ini, anda mendengar, ada seorang melahirkan di kandang hewan, bisa jadi respon pertama anda bukanlah mengucapkan selamat.

Respon anda bisa jadi bertanya, “kenapa melahirkan disana?. Apakah ada sesuatu?”

Melahirkan di kandang mirip seperti kelahiran yang tak ingin diketahui khalayak ramai.

Beberapa kali disiarkan berita di TV, kelahiran anak yang tidak diinginkan di kebun, di kamar kos, atau di rumah kontrakan. Bukan tempat yang layak untuk melahirkan.

Selanjutnya, setelah melahirkan, bayi pun ditinggalkan. Dibiarkan tanpa perawatan. Dibuang seolah si bayi merupakan sesuatu yang hina dina. Tidak layak hidup. Tidak seharusnya disambut.

Apakah Yesus juga begitu?

Bisa jadi ada beberapa orang yang beranggapan seperti itu.

Sayangnya Alkitab tidak menuliskan adanya orang itu. Tapi saya yakin, di masa kelahiran Yesus, ada orang yang bertanya, “Kenapa melahirkan di kandang? Apakah ada yang disembunyikan?”

Dari proses kelahirannya, Yesus sudah hadir untuk orang yang hina.

Berita kelahirannya juga disampaikan pertama kali ke orang yang terpinggirkan. Para gembala. Orang yang sehari hari lebih banyak berkelana di padang. Orang yang hidupnya keras. Bukan orang yang mungkin santun tata katanya.

Orang yang hadir di “kamar bayi” Yesus, bukan keluarga. Bukan opa oma Yesus. Bukan teman kerja Yusuf. Bukan teman gereja Maria. Bukan teman persekutuan atau teman sekolah dari orang tua Yesus.

Tapi orang dari antah berantah. Yang belum pernah Yusuf dan Maria temui sebelumnya. Justru orang antah berantah ini membawa kabar baik dan sukacita dari para malaikat bagi Maria.

Maria yang terheran heran dengan perkataan para gembala hanya bisa heran, menyimpan segala ucapan mereka dalam hati dan merenungkannya.

Masa hidup Yesus juga tidak jauh dari interaksinya dengan orang yang hina, terpinggirkan dan objek caci maki lingkungannya.

Salah satu interaksinya adalah dengan perempuan yang berzinah.

Yesus tidak memberikan penghukuman atas dosa zinah yang telah dilakukan oleh sang perempuan.

Alih alih menghukum, Yesus dengan elegan mempersilakan untuk orang di sekitar lingkungan perempuan memberikan hukuman. Syaratnya pun tidak bertele-tele. Barangsiapa yang tidak berdosa, dialah yang boleh pertama kali melemparkan batu kepada perempuan itu.

Di masa natal dan penutup akhir tahun 2024 ini, merupakan hal yang baik untuk kita merenung.

Apakah selama tahun 2024, kita secara pribadi menjadi seperti perempuan yang berzinah atau orang yang mendapati perempuan berzinah tersebut dan bersiap untuk memberikan penghukuman.

Kalau kita adalah perempuan yang berzinah, maka Tuhan tidak menghukum kita. Tuhan berkata, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.

Bahwa Tuhan membebaskan penghukuman dengan baik hati memberikan pemahaman bahwa seringnya manusia terlalu keras menghukum dirinya sendiri.

Manusia menghukum dirinya dengan menarik dirinya dari pertemuan ibadah. Menghindari dirinya untuk berinteraksi dengan teman seiman. Merasa dirinya sangat kotor dan tidak layak sehingga berhenti berdoa.

Hukuman manusia pada dirinya sangat ekstrem. Padahal Tuhan sendiri tidak memberikan hukuman itu

Manusia merasa sangat berdosa karena ketahuan berbuat dosa seperti perempuan yang berzinah dalam kisah Injil Yohanes.

Ajaibnya, Tuhan justru sangat sederhana bertindak.  Aku tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi. Sesederhana itu saja.

Kalau saat ini kita sedang dalam tahap menghukum diri sendiri, merasa bersalah karena melakukan dosa atau ada dosa/aib yang terbuka, renungkanlah perkataan Tuhan, “Aku tidak menghukum engkau”.

Selanjutnya, apakah di tahun 2024, kita seperti orang yang mendapati perempuan yang berzinah? Yang siap memberikan alasan mengapa orang lain harus dihukum. Orang yang punya memori kesaahan orang lain dan siap membawanya ke Yesus untuk diadili.

Nah, kalau memang begitu keadaannya, Tuhan mengajarkan, “Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu”.

Yang terakhir, apakah Gereja menjadi seperti Yesus atau seperti ahli Taurat yang membawa orang berdosa untuk dihakimi?

Apakah warga jemaat yang berdosa, yang hina, yang melakukan perbuatan super tercela masih mendapat tempat di gereja?

Warga jemaat yang punya masalah keluarga, masalah dengan lingkungan sekitarnya, berbuat kejahatan, melakukan profesi tercela di masyarakat, atau hal memalukan lainnya, masih bisa bergereja dengan nyaman dan diterima di Gereja setelah diketahui punya aib yang begitu memalukan.

Manusia punya banyak cara kreatif untuk menghukum dirinya sendiri. Semoga Gereja (dan orang di dalamnya) tidak menambah penghukuman atas dosanya.

Di akhir tahun 2024 ini, Apakah gereja masih menyediakan pengampunan seperti Yesus? Atau gereja (dan orang di dalamnya) lebih memilih untuk menjadi ahli Taurat dan orang fasik?

Belajar dari Maria dan perempuan yang berzinah, manusia bisa belajar dari hal memalukan. Bahkan bisa jadi dari hal yang memalukan itu, kita belajar tentang kasih yang sempurna dan sebenar – benarnya.

Kasih yang membebaskan dan melepaskan penghukuman.

Warga Jemaat GPIB.

Corpus Christi, 26 Desember 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *